Jika pada artikel-artikel sebelumnya
sudah dijelaskan bahwa prasangka merupakan sebuah elemen afeksi yang memuat masalah
emosional yang berawal dari sebuah keyakinan terhadap seseorang atau kelompok
tertentu. Maka kali ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana dan darimana
prasangka tersebut diperoleh dan dipelajari serta motif dalam berprasangka.
Seorang
individu tidaklah mungkin terlahir dengan tiba-tiba membawa sebuah stereotip
dan prasangka. Setiap individu tentunya selalu bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Sosialisasi merupakan proses yang dijalani oleh seseorang di dalam
ataupun di luar lingkungan rumah. Prasangka dapat kita pelajari melalui
sosialisasi dengan keluarga, teman, media dan masyarakat yang ada di sekitar
kita. prasangka dapat kita pelajari melalui sebuah mekanisme belajar sosial. Yangmana
orangtua, serta teman-teman sebaya memiliki peran penting dalam mengajarkan
norma sosial. Hal ini karena norma sosial pada lingkungan awal seseorang tumbuh
(misalnya seperti level pendidikan orangtua, atau agama dimana seseorang
dibesarkan) akan memberikan dampak atau efek yang kuat terhadap level prasangka
seseorang. Penguatan terus menerus dari orang yang memiliki pikiran yang sama
dalam kelompok juga dapat membantu mengawetkan sebuah prasangka. Selain dari
sosialisasi prasangka dapat diperoleh dan dipelajari melalui media. Media ini
merupakan sumber lain dari proses belajar. Liputan-liputan media massa
cenderung menguatkan stereotip yang menghubungkan minoritas rasial dengan
sebuah kejahatan. Hal ini semakin menguatkan prasangka negatif seseorang
terhadap orang lain atau suatu kelompok.
Prasangka
terhadap seseorang atau kelompok bisa dikarenakan beberapa faktor. Antara lain,
bisa saja orang yang berprasangka tersebut memiliki pengalaman dilecehkan dan
diperlakukan keras selama masa kanak-kanak sehingga ketika ia sudah dewasa ia
memiliki sebuah keyakinan dan memberikan evaluasi negatif terhadap orang yang memperlakukan
keras tersebut. Atau bisa saja ketika seseorang yang marah biasanya akan
mengekspresikan agresinya kepada pihak yang menyebabkan ia marah. Tetapi, jika
pihak yang menyebabkan marah itu tidak dapat diserang karena ada kekhawatiran
akan terjadi pembalasan yang lebih hebat maka kemarahannya akan di alihkan
kepada orang lain sehingga menimbulkan prasangka. Selain itu prasangka juga
dapat berasal dari persaingan antarkelompok dikarenakan ada tujuan tertentu
misalnya seperti mendapatkan kekuasaan atau kedudukan, sumberdaya, status
sosial maupun atribut lainnya. Ketika sebuah kelompok dominan berusaha untuk
menjaga posisi dominannya dan kelompok bawahan termotivasi untuk mereduksi
kesenjangan sehingga timbul prasangka diantara kedua kelompok ini. Jadi prasangka
bisa saja timbul dari motif-motif tersebut.